Istilah FOMO sebenarnya bukan hal baru, tapi belakangan kembali populer, seiring dengan tren penggunaan media sosial yang begitu masif. Makin banyak yang merasa FOMO dalam keseharian mereka hanya gara-gara media sosial. FOMO adalah singkatan dari Fear of Missing Out. Tapi sebenarnya apa itu FOMO? Simak penjelasannya berikut ini, yuk.
Apa Itu FOMO?
Dilansir dari Verywell Mind, fear of missing out atau FOMO adalah perasaan atau persepsi takut tertinggal dari orang lain yang terlihat lebih bahagia, memiliki kehidupan, atau melakukan hal-hal yang lebih baik.
FOMO merupakan perasaan khawatir akan kehilangan informasi, peristiwa, pengalaman atau keputusan hidup yang dapat membuat hidup seseorang jadi lebih baik. FOMO juga diasosiasikan dengan rasa takut menyesal, yang mungkin saja akan mengarah ke peluang untuk melewatkan interaksi sosial, pengalaman yang sangat menarik dan akan diingat terus atau investasi yang menguntungkan.
FOMO adalah keinginan untuk terus terhubung dengan apa yang orang lain lakukan. Keputusan untuk tidak ikut berpartisipasi dalam FOMO adalah keputusan yang salah. FOMO bisa timbul karena banyak hal, misalnya ketinggalan pembicaraan tertentu, ketinggalan acara TV, tidak menghadiri acara pernikahan, pesta atau acara apa pun, atau kelewatan pembukaan restoran baru yang sedang in.
Seiring dengan perkembangan teknologi yang begitu pesat, FOMO meningkat pesat. Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, media sosial menjadi salah satu penyebab utama orang mengalami FOMO. Melihat unggahan orang lain yang terlihat seru dan up to date, banyak orang yang langsung merasa ketinggalan dan menjadi sedih atau mengalami perasaan yang sangat tidak menyenangkan.
Beberapa tahun belakangan ini, FOMO bahkan bisa menjadi parah dan mengarah ke gejala psikologis sampai perilaku yang negatif. FOMO memang paling banyak dikarenakan media sosial, tapi ada juga yang mengalami FOMO karena video game, tren bisnis, dan tren investasi.
Awal Mula Istilah FOMO Muncul
Fenomena FOMO pertama kali ditemukan di tahun 1996 oleh ahli strategi pemasaran, Dr. Dan Herman. Dr. Herman melakukan riset dengan Adam Bellouch dan menerbitkan karya tulis akademis terkait FOMO di tahun 2000, bertajuk The Journal of Brand Management. Dr Herman percaya konsep FOMO makin berkembang karena meningkatnya penggunaan HP, media sosial dan chatting.
Sebelum internet berkembang seperti sekarang, ada fenomena yang disebut “keeping up with the Joneses.” Istilah ini mengacu pada perilaku orang yang selalu membandingkan hidup mereka dengan orang lain, utamanya dengan tetangga sekitar rumah. Tak pernah puas, karena apa yang dimiliki tetangga harus mereka miliki juga.
Istilah FOMO digunakan pertama kali oleh penulis, Patrick J. McGinnis yang mempopulerkannya dua tahun 2004 dalam tulisannya di majalah Harvard Business School, The Harbus. Selain FOMO, Patrick juga menggunakan istilah Fear of a Better Option (FOBO) dan bagaimana FOMO dan FOBO mempengaruhi kehidupan sosial di kampus.
Baca juga : Apa Itu AI? Pengertian dan Penerapannya
Siapa yang Bisa Merasakan FOMO?
Menurut penelitian yang terbit pada Psychological Research and Intervention pada 2019, penyebab FOMO adalah tingkat kepercayaan diri yang lebih rendah daripada orang lain.
Semua orang dari berbagai latar belakang dan usia bisa mengalami FOMO. Karena sindrom FOMO lebih banyak dikarenakan penggunaan internet dan media sosial, jadi banyak yang mengalaminya memang anak muda. Tapi tidak menutup kemungkinan bahwa orang yang sudah lebih dewasa juga mengalaminya.
Pada remaja, akibat FOMO memang bisa lebih parah, karena mereka cenderung belum tahu apa yang baik dan apa yang buruk. Sindrom FOMO yang berlebihan pada remaja bisa mengarah pada tekanan sosial dan berujung pada mereka terlibat pada hal-hal yang negatif, meski sebenarnya mereka tidak mau. Otak remaja masih berkembang, jadi sering kali tidak memikirkan konsekuensi perbuatan mereka.
Cara Mengatasi FOMO
Ada beberapa cara untuk mengatasi, atau setidaknya memperkecil rasa FOMO yang berlebihan. Cobalah beberapa tips berikut ini:
1. Lakukan Digital Detoksifikasi
Media sosial merupakan sumber FOMO nomor 1 saat ini. Karena itu, penting untuk sesekali melakukan detoksifikasi terhadap semua hal yang sifatnya digital. Coba simpan gadget Anda, mulai dari HP, tablet dan laptop. Tak perlu lama-lama, cobalah selama 2 jam dulu, lalu perlahan tingkatkan jadi 3 jam, 4 jam dan seterusnya. Cara ini biasanya berhasil membuat orang tak terlalu sering mengecek media sosial lagi.
2. Ciptakan Hubungan yang Nyata
Jaman sekarang memang banyak yang mendapatkan hubungan pertemanan, bahkan sampai ke pernikahan dari media sosial. Tapi ingatlah, tidak semua hubungan yang berdasarkan media sosial itu berhasil. Ada juga yang ternyata mengecewakan dan seperti hubungan palsu.
Untuk mengatasinya, cobalah menciptakan hubungan yang lebih nyata dengan orang-orang yang bersedia hadir dalam dunia nyata. Dengan begitu, kita tidak akan merasa kesepian dan jadi tergantung dengan hubungan yang ada di media sosial.
3. Ganti Fokus pada Hal Lain
Rasanya sulit lepas dari media sosial di jaman sekarang. Sebenarnya, internet dan media sosial bisa jadi hal yang sangat positif, lho. Asalkan apa yang kita lihat juga positif. Coba ganti fokus Anda, dari hanya mengikuti akun yang serba bersenang-senang, pesta setiap saat dan semacamnya, ke akun yang lebih menawarkan aura positif untuk memperbaiki hidup. Ikuti akun yang dapat meningkatkan kualitas hidup kita.
Baca juga : Mengenal Sejarah Tiktok dan Perkembangannya
Pakai Paket PRIO Booster Supaya Anti FOMO
Biar tidak ketinggalan tren dan jadi FOMO, pastikan Anda menggunakan paket internet PRIO Booster dari XL PRIORITAS. Bagi yang FOMO terhadap film dan seri terbaru, ada kuota untuk menonton. Sementara bagi yang aktif di media sosial juga ada kuotanya. FOMO dengan lagu-lagu terbaru? Ada juga kuota khusus musik! Kalau mau kuota lengkap, XL PRIORITAS juga menghadirkannya untuk kepuasan pengguna.
Ini dia pilihan paket PRIO Booster Aplikasi dari XL PRIORITAS:
Paket PRIO Booster | Harga 1x Beli | Harga Langganan per Bulan | Film 15 GB | Rp 30.000 | Rp 25.000 | Music 15 GB | Rp 25.000 | Rp 20.000 | Socmed 15 GB | Rp 25.000 | Rp 20.000 | Complete 30 GB | Rp 50.000 | Rp 40.000 |
Selain pilihan di atas, ada juga paket PRIO Booster yang bisa dipilih berdasarkan nilai kuota. Kuotanya bisa digunakan untuk berselancar di berbagai aplikasi dan browser. Terbagi menjadi Kuota Harian dan Kuota Bulanan, ini dia pilihan paketnya:
- Kuota Harian:
Kuota | Harga | 2 GB | Rp 7.000 /3 hari | 2 GB | Rp 10.000 / 5 hari |
- Kuota Bulanan:
Kuota | Harga 1x Beli | Harga Langganan per Bulan | 4 GB | Rp 30.000 | Rp 20.000 | 7 GB | Rp 35.000 | Rp 30.000 | 10 GB | Rp 40.000 | Rp 35.000 | 15 GB | Rp 50.000 | Rp 45.000 | 20 GB | Rp 60.000 | Rp 55.000 | 30 GB | Rp 75.000 | Rp 70.000 | 35 GB | Rp 100.000 | Rp 95.000 | 75 GB | Rp 200.000 | Rp 195.000 |
Harganya terjangkau, lebih murah lagi kalau beli langganan per bulan. Tak perlu lagi khawatir ketinggalan tren terbaru sesuai minat masing-masing kalau pakai paket PRIO Booster. Langsung saja dapatkan paketnya di laman XL PRIORITAS. Proses transaksinya singkat dan mudah, cukup tunggu sebentar dan paket internet sudah bisa dipakai!